Angan dan harapan

Angan dan harapan

Jumat, 29 November 2013

NINO'S STORY


NINO'S STORY
Seperti biasa, Nino menyapa siapa saja yang dia lihat saat akan menuju kelas dengan senyum yang lebar. Dia memang sosok yang ceria dan ramah. Idola di sekolahnya. Sangat sempurna, itu yang terlihat. Saat ingin menuju kelas, Nino pun melihat teman-temannya menertawai siswi yang terjatuh di lantai dekat kelasnya. Buru-buru ia mendekatinya.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Nino sembari mengulurkan tangannya ke siswi yang terjatuh itu. Senyumnya yang friendly membuat siswi itu malu-malu menerima uluran tangannya.
“Tentu saja. Thanks” ucapnya singkat sambil kembali berdiri. Rupanya bukan hanya karena dia terjatuh siswi itu ditertawai, tapi setelah Nino mengamatinya, kaki kiri siswi itu menggunakan kaki palsu. Model kacamatanya terlalu tua untuk siswi SMA. Dan rambutnya yang diikat terlalu tinggi..
“Apa yang kau lakukan di area ini? Ku rasa kau bukan siswi kelas 2, karena aku tidak pernah melihatmu.” Tanya Nino
“Aku siswi baru. Aku sedang mencari kelas 1 A. Tapi aku tersasar sampai disini. Maaf kak ”
“Biar aku antar. Daripada nanti kau tersesat lagi” balas Nino dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya.
“Terimakasih kak”
Sambil menuju kelas 1A, Nino mengamati wajah gadis itu dengan seksama. Dia seperti sudah lama mengenal gadis itu. Ada perasaan kuat yang dirasakan saat gadis itu berjalan di sampingnya.
“Siapa namamu? Aku Nino” kata Nino sambil tetap mengamati gadis itu dari atas sampai bawah.
“Aku Elenna. Panggil saja Lenna” jawabnya sambil menyunggingkan sedikit senyuman.
“Apa kaki palsuku begitu aneh di matamu kak, sampai-sampai kau melihatku seperti itu” lanjutnya sambil menatap Nino.
“Eh.. maaf. Bukan begitu Lenna. Aku tidak berpikiran seburuk itu.” Nino pun jadi salah tingkah karena ternyata Lena tahu dia diperhatikan.
“Begitu ya.. atau jangan-jangan kakak terkesima karena aku terlalu cantik? Iya kan. Haha” balasnya sambil tertawa.
“Wah wah.. kau ini percaya diri sekali ya. Haha” ucap Nino yang diiringi tawa kecilnya.
Sejak perkenalan mereka hari itu, mereka menjadi semakin akrab. Pertama karena mereka memang orang yang mudah bergaul dan ramah. Kedua karena Lenna terpilih menjadi wakil ketua OSIS, tentu dengan Nino sebagai ketuanya. Lenna siswi yang cerdas, meskipun ia punya kekurangan di fisik, tapi ia membuktikan kalau dia juga bisa berprestasi. Semakin lama mereka dekat, Nino merasa ada sesuatu yang ia rasakan, entah apa. Begitu juga dengan Lenna. Mereka juga suka menghabiskan waktu berdua untuk menghilangkan penat setelah belajar seharian di sekolah. Mereka tampak serasi, walaupun belum resmi menjadi kekasih. Sampai pada suatu hari, mereka sedang duduk-duduk di bangku taman dekat sekolah, dan Nino memulai perbincangan.
“Dulu aku mempunyai seorang adik perempuan. Chika namanya.”
Lenna sedikit terkejut mendengar nama “Chika”. Lalu dia pun bertanya lebih lanjut.
“Bagaimana adikmu itu?”
“Dia sangat cantik, ceria, walaupun manja dan sangat kekanak-kanakan. Dia seusiamu sekarang. Aku sangat menyayanginya, lebih dari apapun. Tapi dia mengecewakanku” mata Nino mulai merah. Seperti sedang menahan amarah.
“Kenapa dia mengecewakamu?”
“Entahlah. Ayahku selingkuh dan memutuskan untuk menceraikan ibuku demi perempuan lain. Perempuan itu ternyata sahabat baik ibuku sejak masih SMP. Aku yang saat itu masih berusia 12 tahun mengerti bagaimana sakit hatinya ibuku dikhianati oleh dua orang sekaligus. Dua orang yang paling dia sayangi. Sayangnya, adikku malah memutuskan untuk ikut dengan ayah dan perempuan itu” Antara amarah dan kesedihan yang mendalam, Nino berusaha menahan air matanya.
Lenna tidak berkata apa-apa, dia mengerti kesedihan Nino.
“Chika lebih memilih hidup bersama dua orang yang pengkhianat itu. Aku tidak mengerti kenapa dia memutuskan untuk meninggalkan ibu dan aku.”
“Aku membencinya sekaligus merindukannya. Tapi sampai sekarang aku tidak pernah mendengar kabarnya. Apa bisa aku bertemu dengannya lagi. Aku dan ibu sangat merindukannya” tangis Nino pun pecah.
Lenna pun memeluk Nino, ia juga ikut menangis. Entah kenapa.
“Jika kakak bilang dia adalah sosok yang manja dan kekanak-kanakan, mungkin itulah penyebab mengapa ia lebih memilih tinggal bersama ayahnya. Jika dia lebih akrab dengan ayahnya, tentu dia memilih ayahnya. Tapi, di usia yang masih sangat muda, tentu dia belum bisa berpikir dengan jernih.” Lenna hanya bisa berkata seperti itu. Dia juga bingung harus mengatakan apa untuk menenangkan Nino.
“Apa kakak suka es krim coklat? Aku akan membelikannya sekarang. Es krim yang manis bisa menenangkan diri sejenak” lanjut Lenna. Nino melepas pelukannya dan menatap Lenna tanpa ekspresi. Lenna hanya bisa nyengir tanpa tahu maksud ekspresi. Tiba-tiba Nino memeluk Lenna lagi, lebih kuat dari sebelumnya.
“Terimaksih. Kau selalu ada saat aku senang maupun sedih. Bisakah kita selalu bersama seperti ini? Di dekatmu, aku merasa sangat nyaman”
Lenna hanya tersenyum, dia bahagia.
Kesedihan ini tidak akan terasa menyakitkan saat kau tetap bersamaku.
Tidak terasa sudah 1 bulan lamanya mereka menjadi sepasang kekasih, banyak yang iri. Karena menurut mereka Nino terlalu sempurna untuk gadis cacat seperti Lenna. Tapi itu sama sekali bukan penghalang bagi mereka. Toh cinta itu bukan masalah fisik semata, tapi masalah hati. Saat itu Nino mengantar Lenna sampai di depan rumahnya. Rumah Lenna sangat sederhana. Namun banyak bunga mawar yang ditanami. Lenna menawarinya untuk berkenalan dengan orang tuanya, tapi Nino bilang lain kali saja.
“Aku tidak meminta kakak melamarku, kenapa kakak harus takut bertemu orang tuaku” canda Lenna
“Aku memang akan melamarmu. Sekarang aku akan pergi sebentar membeli cincin lalu aku akan kembali. Tunggu saja ya” ucap Nino serius sambil menggenggam erat kedua tangan Lenna.
“Kakak. Bisakah kau bercanda dengan mimik konyol? Bukan dengan mimik serius seperti itu”
“Haha sekarang siapa yang sedang takut” jawab Nino sambil menjulurkan lidahnya.
Lenna pun pamit pada Nino dan masuk ke rumahnya.
Saat Nino akan pergi dengan mobilnya, dia menemukan buku Lenna yang tertinggal. Disana tertulis nama panjang Lenna. C. Elenna Prasetya Wiryadi”
“Prasetya Wiryadi?” Nino melongo membaca nama belakang Lenna. Nino lemas. Namun dia berusaha keluar dari mobilnya dan mengetuk pintu rumah Lenna.
“Apa itu Kak Nino? Apa kakak benar-benar membawakanku cincin? Yang benar saja” gumam Lenna yang sedang berada di kamarnya.
“Siapa?” Tanya Ibu muda yang membukakan pintu untuk Nino
“Tante Sarah?” Nino sangat terkejut melihat orang yang ternyata dulu mengkhianati ibunya, kini berada di hadapannya.
“Apa hubungan tante dengan Lenna? Tante bukan ibu kadungnya kan? Lalu siapa Lenna?” Nino geram, matanya merah dan tangannya mengepal. Dia masih ingat bagaimana dengan mudahnya sahabat baik ibunya ini berkhianat tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Apa kau Nino? Maafkan aku Nino. Aku menyesal. Aku membuat ibumu menderita, aku mebuatmu kehilangan figur ayahmu. Aku sangat minta maaf” Tante Sarah pun berlutut sambil menangis terisak.
“Dia bukan anak kandungku. Aku tidak bisa hamil karena kecelakaan yang aku alami. Ayahmu tidak selamat. Namun gadis itu harus menderita hidup denganku. Dia mengalami kerusakan mata yang parah dan gangguan pada otak kirinya. Kakinya juga harus diamputasi. Dia Chika. Dia adikmu Nino. Aku dan ayahmu dulu mengganti namanya agar dia bisa melupakanmu dan ibumu. Aku menyesal Nino.”
Nino hanya bisa diam. Sementara Lenna yang sedari tadi mendengar penuturan ibunya, langsung lemas. Bulir-bulir air mata mengalir di pipinya.
Saat kau merasa sangat hancur, menangislah. Tapi setelah itu, bangkitlah.
3 bulan kemudian..
“Kakak, bisakah aku ikut pulang denganmu nanti. Aku merindukan ibu lagi” kata seorang gadis yang bergelayut manja pada kakaknya.
“Tentu saja Chika. Kenapa kau tidak menginap saja? Ibu pasti senang”
“Tidak kak. Kasihan ibuku di rumah, aku tidak mau meninggalkannya sendiri. Meskipun dia bukan ibu kandungku tapi dia yang merawatku hingga aku secantik ini” ucapnya sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah kakaknya.
“Kau percaya diri sekali ya. Haha” kakaknya itu hanya bisa tertawa dan Chika pun tertawa.
Meraka tampak bahagia, bahkan sangat bahagia. Walaupun perlu waktu untuk mereka menerima bahwa mereka adalah saudara yang sudah lama berpisah. Mereka sangat terpukul, bagaimana dengan hubungan mereka selanjutnya. Namun seiring berjalannya waktu, Nino dan Chika mulai terbiasa dan melupakan semua cinta mereka sebagai sepasang kekasih. Mereka tetap saling menyayangi sebagai kakak dan adik, seperti dulu.
Saat Chika sedang membaca di taman dekat kelasnya, dia melihat seorang laki-laki yang sedang tidur di bangku taman dengan headphone yang masih menempel di telinganya. Chika menatapnya lekat-lekat. Sepertinya dia terpesona. Tanpa sadar laki-laki itu terbangun dan melihat Chika sedang memperhatikannya. Mata mereka bertemu, mereka kikuk
“Hay Chika” sapa laki-laki itu sambil tersenyum.
Chika juga tersenyum. “Darimana dia tahu namaku” gumamnya.
Di saat yang bersamaan Nino yang sedang di kantin lupa membawa dompetnya saat akan membayar makanannya.
“Kenapa dompetku bisa tertinggal di rumah. Ini bahkan kali ke tiga aku melupakannya” gumamnya.
“Itu karena kau terlalu bodoh. Apa saja yang kau ingat sampai-sampai kau melupakan hal sama berulang-berulang” terdengar suara mengejek dari belakang Nino.
Gadis itu pun membayar makanan Nino dan pergi begitu saja.
“Hey Yura. Aku akan mengembalikan uangmu dua kali lipat. Tenang saja. Dan satu hal lagi, jangan mengejekku seperti itu. Kau pikir kau siapa hah? Mentang-menatang kau mengalahkanku dalam permainan basket, bukan berarti kau bisa menginjak-injak harga diriku” balas Nino yang mengoceh panjang lebar.
“Aku tidak meminta dua kali lipat uangmu itu. Aku hanya meminta, bisakah kau bersikap baik padaku? Bisakah kau tersenyum saat melihatku meskipun kita bukan sahabat baik”
“Apa?”
Yura hanya tersenyum lalu pergi berlalu. Sementara Nino masih melongo mendengar permintaan itu. dia memandangi kepergian Yura. Baru kali ini dia melihat Yura tersenyum. Senyuman termanis dari musuhnya itu.
Aku merelakanmu, tapi aku tidak melupakanmu. Hatiku selalu terbuka untuk dia yang akan menungguku.
TAMAT
Cerpen Karangan: Ni Luh Juni Arini

0 komentar:

Dí lo que piensas...